selamat datang.

jangan lupa di like in ya.

Minggu, 17 Juli 2011

jalanku.

Detik ini adalah menjemput waktu. Detik ini, detik kemarin, detik berikutnya adalah penggalan-penggalan waktu yang terus melaju. Dalam detik-detik berlalu itulah aku terlihat tak mampu memahamimu. Aku tak mampu menjaga perasaanmu. Ketika aku berbuat khilaf, aku hanya meminta maaf. Maaf, maaf, dan maaf, padahal kau amat terluka. Aku hanya meminta maaf tanpa mengubah sikapku. Kau begitu bijak memahami sifatku; menerima maaf, maaf, dan maafku.
Aku menyalahkan diriku. Aku memang banyak berbuat khilaf. Aku seolah-olah tak pernah memahami dan terus memaksakan kehendak. Aku terus berulah, berulah, dan berulah sehingga kau pun merasa muak,,,

Dalam sikapku tentu memiliki persepsi dimatamu. Aku kadang melakukan sikap yang biasa-biasa saja di mataku, tapi kau memandangnya lain. Ya, itulah persepsi dan hak kamu memberikan persepsi atas sikapku. Hal yang kuingat, kau sering kali melontarkan kalimat, ”Aku ini adalah wanita yang strong.” Dan, kukatakan berulang-ulang, kau kuasa untuk berdiri dengan tangan dan kakimu. Amat sangat bisa, amat sangat bisa,,,

Aku katakan dalam hati, “Hidup memang penuh tanda tanya,namun hanya satu jawaban yang ku tau.akulah yang tak mampu berdiri sendiri tanpamu.” Bukan maksudku mengelak telah berbuat salah terhadapmu, aku hanya menegaskan ada persepsi keliru. Jika tempo dulu aku berbuat salah, aku akui kesalahanku. Aku bersalah…aku memang bersalah,,,

Tentang ulahku di akhir bulan lalu, aku tak pernah membayangkan jika akan membuatmu muntah. Aku tak membayangkan itu. Apakah kau mengira aku berusaha menguak rahasia pribadimu? Aku katakan dengan tegas tak ada maksudku menguak rahasia pribadimu. Ya, untuk apa? Aku justru membayangkan yang lain ketika menyadari dirimu sebagai sosok cerdas di mataku. Maksudku ternyata tak selaras persepsimu. Ya, maafkan aku,,,

Tidak hanya itu kesalahanku yang terus kau sembunyikan di balik hatimu. Kau menampakkan secuil kesalahanku. Padahal amat banyak kesalahanku yang membuatmu harus terluka. Sekali lagi, aku seolah-olah tak pernah memahamimu dan terus berulah di matamu. Aku mengucap terima kasih atas keberanianmu menunjukkan kemuakanmu dihadapanku. Meskipun jika mau, kau akan terus muak dengan sikapku. Ya, kau begitu bijak memahamiku sehingga tak mau menyakitiku dengan kemuakanmu.

Aku pun merasa jika kau tak begitu nyaman dengan kehadiranku. Entah salah atau tidak, aku merasakan itu. Aku akhirnya berpikir, apa yang membuatmu bertahan? Dari dulu kau memang muak denganku. Maafkan aku tak bisa mencurahkan apa pun seperti yang kau harapkan. Kau berharap bisa lebih baik, tapi kau tak mendapatkan apa pun kecuali lara yang terus terpendam. Di hadapanku, kau tampak ceria dan tidak ada apa-apa. Tapi, hatimu memendam kemuakan,,,

Jika dikatakan hidup adalah perjalanan, hidup juga membentangkan momentum-momentum. Maaf, sekali lagi maaf, aku katakan keputusanmu tak begitu tepat. Aku bisa memahami jika kau katakan, “aku ingin berdiri dengan tangan dan kaki sendiri.“ Silakan katakan berulang-ulang…aku sepertinya tak kuasa lagi menggoreskan kalimat-kalimat ini,,,

Aku bangga, aku selalu memberikan apresiasi terhadapmu. Jika kau menganggap diriku marah, aku katakan tidak. Aku tak bisa marah karena aku tak berhak marah kepada siapa pun. Ya, karena aku dilahirkan sebagai manusia,,,
Kaulah yang lebih berhak marah. Yang jelas, maafkan aku atas apa yang kutuliskan ini, mungkin aku terlalu berlebihan. Mungkin aku akan bertanya pada “pena yang bergoyang” atas kebodohanku. Aku memang amat terlalu bodoh untuk memahami hidup,,,

Sekali lagi, maafkan aku tak bisa memberikanmu yang terbaik, maafkan aku tak bisa mencurahkan apa pun seperti yang kau harapkan. Ya, maafkan aku atas segenap kesalahan yang terus berulang-ulang aku lakukan. Pada sebuah luka, maafkan aku,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar